Guru-guru mata pelajaran
produktif di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Pertanian umumnya berasal dari
lulusan program studi Pertanian di Perguruan Tinggi nonkependidikan. Hal ini
terjadi akibat tidak tersedianya Program Pendidikan Pertanian di lembaga
pendidik tenaga kependidikan.
Sudarman, Kepala SMK Negeri 2 Slawi,
Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, mengatakan, guru-guru di sekolahnya ada yang
berasal dari program D-3 Pertanian yang disiapkan pemerintah untuk memenuhi
kebutuhan guru Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) pada masa lalu. Ketika
keluar Undang-Undang Guru dan Dosen yang mensyaratkan guru harus berpendidikan
minimal D-4/S-1, para guru melanjutkan ke Program Sarjana Pertanian nonkependidikan.
"Akhirnya terpaksa ada yang melanjutkan ke S-1 Pertanian yang tidak
selaras dengan Diploma Tiganya atau bidang yang diajarnya. Namun, memang tempat
kuliahnya terbatas karena memilih yang dekat supaya tetap bisa mengajar. Yang
penting, guru menyandang gelar Sarjana Pertanian biarpun dari Perguruan Tinggi nonkependidikan",
tutur Sudarman, Jumat (7/10/2011).
Guru-guru yang berasal dari Sarjana
Pertanian, semisal Institut Pertanian Bogor, Universitas Gadjah Mada,
Universitas Negeri Surakarta, atau Perguruan Tinggi umum lainnya, sebelumnya
mengambil Akta Empat terlebih dahulu di Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan (LPTK).
Dengan demikian, Sarjana Pertanian dengan beragam program keahlian itu dinilai
memenuhi syarat untuk menjadi guru.
"Sekarang Akta Empat tidak ada
lagi. Kami masih belum tahu bagaimana pengangkatan guru untuk kebutuhan SMK Pertanian.
Sebab, guru-guru yang ada dari Sarjana Pertanian kuliah di Perguruan Tinggi umum.
Ini mesti dipikirkan", ujar Sudarman.
Menurut Sudarman, Indonesia sebagai
negara agraris mesti memperkuat Pendidikan Pertanian, termasuk juga di jenjang
SMK. Untuk itu, Pemerintah perlu mendesain perekrutan guru-guru SMK Pertanian yang
profesional. Pendidik bukan hanya harus menguasai bidang keilmuannya. Para guru
perlu memiliki jiwa sebagai pendidik dan kemampuan mengembangkan metode
pendidikan yang tepat bagi para siswanya.
Joko Sutrisno, Direktur Pembinaan
SMK Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional,
mengemukakan bahwa untuk kebutuhan guru-guru SMK sebenarnya lebih baik dari
luluan D-4/S-1 yang memang ahli di bidang kompetensi masing-masing. Penguasaan
ilmu yang lebih dalam penting untuk membekali lulusan SMK yang siap kerja dan
berdaya saing.
"Untuk
membentuk jiwa pendidiknya,, nanti calon guru dari Sarjana Pertanian, Teknik,
atau program keahlian spesifik lainnya perlu ikut Pendidikan Profesi Guru",
kata Joko.
Guna mendukung sejumlah SMK Pertanian
yang kekurangan guru produktif program keahlian, Kemdiknas membuat program
mahasiswa tingkat akhir dari sejumlah Perguruan Tinggi Negeri terjun ke SMK.
Mereka membantu pembelajaran di SMK sesuai dengan program keahliannya, termasuk
yang dilakukan calon Sarjana Pertanian.
Sumber:
http://edukasi.kompas.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar